BERBAHASA SECARA KOMUNIKATIF
DAN SANTUN
Dosen Pengampu:
M. Bayu Firmansyah, M.Pd
Disusun oleh:
Puji Ayu Sukmaningtyas (16188201043)
STKIP PGRI PASURUAN
Jl. Ki Hajar Dewantara No.27-29 Pasuruan
Tahun Akademik 2017/2018
Kata pengantar
Puji
dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
”BERBAHASA SECARA KOMUNIKATIF DAN SANTUN“
Dalam pembuatan makalah
ini mulai dari perancangan, pencarian bahan, sampai penulisan, penulis mendapat
bantuan, saran, petunjuk, dan bimbingan dari banyak pihak baik secara
langsung maupun tidak langsung. Oleh
karena itu, penulis mengucapkan terimakasih
dan kepada teman-teman yang ikut berpartisipasi dalam menyelesaikan
makalah ini.
Penulis menyadari bahwa
makalah ini memiliki banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan oleh karena
itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk perbaikan di masa
yang akan datang, dan penulis juga berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi pembaca.
Pasuruan,
30 November 2017
Penulis
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR .........................................................................................................
DAFTAR ISI ........................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang .......................................................................................................
1.2 Rumusan
Masalah ...................................................................................................
1.3 Tujuan .....................................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Kegiatan Berkomunikasi...........................................................................................
2.2 Fungsi Komunikatif Bahasa ....................................................................................
2.3 Faktor Penentu Kesantunan
Dalam Bahasa .............................................................
2.4 Faktor Kebahasaan Sebagai
Penanda Kesantunan ..................................................
2.5 Nilai Budaya Yang Dapat Mendukung
Kesantunan
...... Dan Kekomunikatifan Berbahasa................................................................ ...........
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan ..............................................................................................................
DAFTAR
PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Berbahasa
secara komunikatif adalah cara menggunakan bahasa dengan memperhatikan konteks
pemakaiannya. Oleh karena itu, jika seorang guru mengajarkan berbahasa kepada
pembelajar hendaknya tidak hanya berhenti pada mengajarkan rangkaian bunyi
menjadi kata, kata menjadi kalimat, kalimat menjadi paragraf dan seterusnya.
Namun, juga harus mengajarkan konteks pemakaian bahasa yang meneyrtai tuturan
bahasa.
Berbahasa
secara komunikatif berarti cara menggunakan bahasa sesuai dengan fungsi-fungsi
komunikasi bahasa agar mudah dipahami oleh pendengar atau pembaca. Namun harus
disadari bahwa cara menggunakan bahasa tidak cukup hanya merangkai bunyi, kata,
kalimat, paragraf, atau bahakan wacana. Berkomunikasi dengan merangkaikan bunyi
barulah sebagian dari penggunaan bahasa yang disebut dengan istilah locutionary
act (Austin, 1978) atau utterence act (Searle, 1987).
1.2 Rumusan Masalah
1)
Bagaimana kegiatan
berkomunikasi?
2)
Apakah fungsi komunikatif
bahasa?
3)
Apa saja faktor penentu
kesantunan dalam bahasa?
4)
Apa saja faktor kebahasaan
sebagai penanda kesantunan?
5)
Apa saja nilai budaya yang dapat
mendukung kesantunan dan kekomunikatifan berbahasa?
1.3 Tujuan
1)
Mendeskripsikan kegiatan berkomunikasi.
2)
Menjelaskan fungsi komunikatif bahasa.
3)
Menjelaskan faktor penentu kesantunan dalam bahasa.
4)
Menjelaskan faktor kebahasaan sebagai penanda
kesantunan.
5)
Mendeskripsikan nilai budaya sebagai
pendukung kesantunan dan kekomunikatifan berbahasa.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Kegiatan Berkomunikasi
Bagi seorang penutur atau penulis agar dapat
berkomunikasi dengan baik perlu “meng-encode” (mengemas, mengepak, mewadahi)
gagasan menggunakan bahasa. Ketika mengemas gagasan seseorang harus
memperhatikan beberapa hal (Hymes, 1989), yaitu:
1.
Situation: keadaan yang melingkupi
terjadinya peristiwa komunikasi (santai, serius, netral, dan sebagainya).
2.
Participant: siapa orang yang ikut
terlibat dalam peristiwa komunikasi (teman kerja, atasan, bawahan, pembantu dan
sebagainya).
3.
Ends (tujuan): apa yang ingin dicapai
melalui komunikasi (mempengaruhi, memberi informasi, menyuruh, membujuk,
merayu, dan sebagainya).
4.
Addresee (mitra komunikasi): orang
yang diajak berkomunikasi (mitra tutur).
5.
Keys (kunci): pokok persoalan yang
menjadi kunci pembicaraan.
6.
Instruments: segala hal yang ada di
seputar pembicara yang dapat dimanfaatkan untuk mendukung kelancaran
pembicaraan.
7.
Norms (norma/kaidah): kaidah yang
harus diikuti oleh pembicara (pranata sosial masyarakat yang berlaku).
8.
Genre (ragam/corak bahasa): aneka
ragam bahasa yang sesuai dengan situasi komunikasi (ragam santai, ragam formal,
ragam literer, dan sebagainya).
Semua
komponen itu harus diperhatikan dalam berkomunikasi agar proses encode gagasan
dapat dikomunikasikan secara baik kepada pendengar atau pembaca. Realisasi dari
penerapan komponen itu dalam berkomunikasi akan terlihat melalui pilihan kata
(diksi), struktur kalimat atau tuturan, ragam bahasa yang dipakai, konteks
komunikasi, pemanfaatan contoh dan ilustrasi yang sesuai dengan konteks yang
menyertai peristiwa tutur.
2.2 Fungsi
Komunikatif Bahasa
Fungsi bahasa adalah cara bagaimana
bahasa itu digunakan. Dengan demikian, fungsi komunikatif bahasa adalah
bagaimana cara bahasa itu digunakan untuk berkomunikasi. Pranowo (1988)
mengidentifikasi fungsi komunikatif bahasa menjadi 11 macam yang di setiap
fungsi komunikatif masih dapat dijabarkan menjadi sub-subfungsi komunikatif
atau fungsi mikro yang berarti fungsi spesifik pemakaian bahasa dalam kegiatan
berkomunikasi. Hal ini dapat dideskripsikan sebagai berikut:
1) Fungsi informatif
Fungsi informatif yang dimaksud adalah bahwa bahasa
dapat digunakan untuk menyampaikan informasi kepada pendengar atau pembaca.
Subfungsinya sebagai berikut: (1) untuk menjelaskan, (2) untuk membuat rincian,
(3) untuk beralih topik, (4) untuk mengidentifikasi, (5) untuk menghubungkan
dengan menggarisbawahi, (6) untuk menghubungkan secara analogi, dan sebagainya.
2)
Fungsi transaksional
Fungsi transaksional yang dimaksud adalah bahwa bahasa
dipakai untuk mengadakan hubungan antar seseorang dengan orang lain.
3)
Fungsi interaksional
Fungsi interaksional yang dimksud adalag bahwa bahasa
dapat digunakan untuk saling berhubungan satu dengan yang lain dalam segala
keperluan.
4)
Fungsi komisif
Fungsi komisif yang dimaksud adalah bahwa bahasa dapat
digunakan untuk menyatakan kesanggupan atau ketidaksanggupan mengenai sesuatu
dengan orang lain. Subfungsinya sebagai berikut: (1) untuk menolak langsung,
(2) untuk menolak secara tidak langsung, (3) untuk menyatakan kesanggupan, (4)
untuk menyatakan ketidaksanggupan, (5) untuk menyetujui, dan sebagainya.
5)
Fungsi direktif
Fungsi direktif yang dimaksud adalah bahwa bahasa
dapat digunakan untuk mengajukan saran, membujuk, permintaan, meyakinkan orang
lain dan sebagainya. Subfungsinya sebagai berikut: (1) untuk meyakinkan, (2)
untuk memberi kritik, (3) untuk mengharapkan sesuatu, (4) untuk membujuk, (5)
untuk memberi saran, (6) untuk memerintah secara tidak langsung, dan
sebagainya.
6)
Fungsi konatif
Fungsi konatif yang dimaksud adalah bahwa bahasa dapat
digunakan untuk mencairkan pembicaraan antara penutur dengan mitra tutur.
Subfungsinya sebagai berikut: (1) menanyakan kondisi mitra tutur, (2) untuk
menyapa pada saat berpapasan dengan mitra tutur, dan sebagainya.
7)
Fungsi ekspresif
Fungsi ekspresif yang dimaksud adalah bahwa bahasa
dapat digunakan untuk mengungkapkan perasaan, suasana hati, masalah pribadi,
berbicara dalam hati, berbicara dari hati ke hati, dan sebagainya. Subfungsinya
sebagai berikut: (1) untuk mengungkapkan kekecewaan, (2) menyatakan pendapat
pribadi, (3) menyatakan sikap pribadi, (4) menyatakan pengalaman pribadi, dan
sebagainya.
8)
Fungsi regulatory
Fungsi regulatory yang dimaksud adalah bahwa bahasa
dapat digunakan untuk mengontrol sesuatu peristiwa.
9)
Fungsi heuristik
Fungsi heuristik yang dimaksud adalah bahwa bahsa
dapat digunakan untuk mengenal lingkungan seperti anak kecil ingin mengenal
sesuatu yang belum dikenal sebelumnya.
10) Fungsi instrumental
Fungsi instrumental yang dimaksud adalah bahwa bahasa
dapat digunakan untuk memanipulasi lingkungan sehingga terjadi suatu peristiwa.
11) Fungsi imajinatif
Fungsi imajinatif yang dimaksud adalah bahwa bahasa
dapat digunakan untuk menciptakan ide-ide yang bersifat imajiner dan mengandung
keindahan.
2.3
Faktor Penentu Kesantunan
Faktor penentu kesantunan adalah
segala hal yang dapat memengaruhi pemakaian bahasa menjadi santun atau tidak
santun. Aspek penentu kesantunan dalam bahasa verba lisan, antara lain aspek
intonasi (keras lembutnya intonasi ketika seseorang berbicara), aspek nada
bicara (berkaitan dengan suasana emosi penutur: nada resmi, nada bercanda atau
bergurau, nada mengejek, nada menyindir), faktor pilihan kata, dan faktor
struktur kalimat.
Faktor penentu kesantunan yang dapat diidentifikasi
dari bahasa verbal tulis, seperti pilihan kata yang berkaitan dengan nilai
rasa, panjang pendeknya struktur kalimat, ungkapan, gaya bahasa, dan
sebagainya. Seperti sudah diuraikan diatas, kesantunan berbahasa dapat
diidentifikasi faktor penentunya sebagai berikut.
1)
Menggunakan tuturan tidak langsung biasanya terasa
lebih santun jika dibandingkan dengan tuturan yang diungkapkan secara langsung.
2)
Pemakaian bahasa dengan kata-kata kias terasa lebih
santun dibandingkan dengan pemakaian bahasa dengan kata-kata lugas.
3)
Ungkapan memakai gaya bahasa penghalus terasa lebih
santun dibandingkan dengan ungkapan biasa.
4)
Tuturan yang dikatakan berbeda dengan yang dimaksudkan
biasanya tuturan lebih santun.
5)
Tuturan yang dikatakan secara implisit biasanya lebih
santun dibandingkan dengan tuturan yang dikatakan secara eksplisit.
2.4
Faktor Kebahasaan Sebagai Penanda Kesatuan
Faktor penentu kesantunan
dari aspek nonkebahasaan berupa pranata sosial budaya masyarakat (aturan anak
kecil harus selalu hormat kepada orang yang lebih tua, makan tidak boleh sambil
berdiri, makan tidak boleh berkecap, bersendawa sehabis makan, perempuan tidak
boleh tertawa terbahak-bahak, bercanda di tempat orang yang sedang berduka,
dsb). Pranata adat, seperti jarak bicara antara penutur dengan mitra tutur,
gaya bicara, dsb.
Faktor yang menentukan santun
tidaknya pemakaian bahasa ditentukan oleh dua hal, yaitu faktor kebahasaan dan
faktor non kebahasaan. Faktor kebahasaan yang dimaksud adalah segala unsur yang
berkaitan dengan masalah bahasa, baik bahasa verbal maupun bahasa non verbal.
Faktor kebahasaan verbal yang dapat menentukan kesantunan dapat dideskripsikan
sebagai berikut:
1)
Pemakaian Diksi
Pemakaian BI yang santun ditandai
dengan pemakaian bahasa verbal, seperti (a) perkataan “tolong” pada waktu
menyuruh orang lain; (b) ucapan “terima kasih” setelah orang lain melakukan tindakan
seperti yang diinginkan oleh penutur, (c) penyebutan kata “Bapak, Ibu” daripada
kata “Anda”, (d) penyebutan kata “Beliau” daripada kata “Dia” untuk orang yang
lebih dihormati, (e) pergunakan kata “minta maaf” untuk ucapan yang
dimungkinkan dapat merugikan mitra tutur.
2)
Pemakaian Gaya Bahasa
Gaya bahasa adalah optimalisasi
pemakaian bahasa dengan cara-cara tertentu untuk mengefektifkan komunikasi.
Seperti penggunaan gaya bahasa atau majas (metafora dan personifikasi) unutk
menyelipkan maksut lain dalam tuturan, begitu juga dengan pribahasa maupun
perumpamaan yang memiliki fungsi yang berbeda-beda.
Di
samping bentuk-bentuk verbal seperti di atas, perilaku santun juga dapat
didukung dengan bahasa non verbal, seperti (a) memperlihatkan wajah ceria, (b)
selalu tampil dengan tersenyum ketika berbicara, (c) sikap menunduk ketika
berbicara dengan mitra tutur, (d) posisi tangan yang selalu merapat pada tubuh
(tidak berkecak pinggang). Pemakaian bahasa non verbal seperti itu akan dapat
menimbulkan “aura santun” bagi mitra tutur, terutama dalam bahasa lisan.
2.5 Nilai Budaya Sebagai Pendukung Kesantunan dan Kekomunikatifan Berbahasa
Nilai budaya yang kental di Indonesia sangat
berpengaruh dalam proses berkomunikasi. Seperti sifat rendah hati sebagai salah
satu nilai yang diluhurkan dalam budaya Jawa merupakan sikap universal manusia.
Artinya, manusia dimana pun dapat memiliki sikap demikian dan dapat
memanifestasikannya dalam berkomunikasi.
Ada juga Empan papan, yang mana
diartikan kesanggupan seseorang untuk menyesuaikan diri dengan tempat dan waktu
dalam bertindak dengan mitra tutur. Sikap ini dianggap sebagai nilai luhur
karena seseorang mampu mengendalikan diri untuk tidak mengganggu orang lain
dalam situasi tertentu yang berbeda dengan situasi normal.
Dalam berkomunikasi, masyarakat Jawa
tidak hanya mengandalkan pikiran. Meskipun yang ingin dikomunikasikan adalah
buah pikiran, tetapi ketika akan menyampaikan maksud kepada mitra tutur,
biasanya terlebih dahulu berusaha menjaga perasaan dengan menjajaki kondisi
psikologis mitra tutur (njaga rasa). Hal ini dimaksudkan agar komunikasi
selalu terjaga kesantunannya.
Orang yang memiliki sikap dan sifat
rendah hati adalah orang yang selalu mengutamakan sikap dan sifat “sepi ing
pamrih rame ing gawe”, dan “wani ngalah luhur wekasane”. Setiap
orang memiliki ego yang kadang-kadang sulit ditinggalkan. Namun, tidak sedikit
orang yang mampu mengendalikan egonya untuk kebaikan orang lain: sifat “sepi
ing pamrih rame ing gawe” adalah kesanggupan seseorang untuk mau berkorban
dengan mengesampingkan kepentingan diri sendiri dan tetap mau bekerja keras
untuk kepentingan orang lain.
Setiap orang hendaknya mampu mawas
diri terhadap yang pernah dilakukannya. Dalam budaya Jawa, mawas diri ini
menyatakan dengan ungkapan mulat salira hangrasa wani dan harus selalu
bisa rumangsa, aja rumangsa bisa. Artinya, keberanian seseorang untuk
mawas diri. Jika seseorang mampu mawas diri, manifestasinya adalah bisa
rumangsa. Artinya seseorang harus selalu tahu diri.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dalam berbahasa sebagai salah satu alat berkomunikasi,
banyak faktor yang memperngaruhi bahasa agar dapat digunakan dengan baik
sebagai sarana komunikasi dan santun. Kegiatan berkomunikasi pun meliputi
berbagai unsur yang menpangnya. Dalam berkomunikasi berbahasa diperlukan “meng-encode” (mengemas, mengepak, mewadahi) gagasan menggunakan bahasa. Selain itu
fungsi bahasa adalah cara bahasa itu digunakan. Dengan demikian fungsi bahasa
adalah bagaimana bahasa itu di gunakan dalam berkomunikasi.
Dalam kominikasi berbahasa, ada pula faktor yang
menentukan kesantunan penuturan bahasa tersebut dalam komunikasi, yang meliputi
nada, intonasi, maupun faktor pemilihan kata dan dtuktur kalimat. Komunikasi
pun dapat mengalami kegagalan. Hal ini dapat dipengaruhi oleh mitra tutur
kurang memiliki ataupun memahami topik pembicara, mitra tutur yang tidak
tertarik dengan bahasan dalam komunikasi tersebut dan sebagainya.
Namun dari faktor-faktor kegagalan tersebut,
keberhasilan dalam komunikasi bahasa hanya dapat dipengaruhi oleh faktor
kebahasan dan non-kebahsaan. Nilai-nilai budaya pun dapat memberikan pengaruh
pada proses komunikasi. Baik berpengaruh positif maupun negatif.
DARTAR PUSTAKA
Pranowo.
2015. Teori Belajar Bahasa. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Komentar
Posting Komentar