Langsung ke konten utama

ANALISIS WACANA DALAM PEMBELAJARAN BAHASA



ANALISIS WACANA DALAM PEMBELAJARAN BAHASA



Dosen Pengampu:
M. Bayu Firmansyah, M.Pd





Disusun oleh:
Puji Ayu Sukmaningtyas (16188201043)



STKIP PGRI PASURUAN
Jl. Ki Hajar Dewantara No.27-29 Pasuruan
Tahun Akademik 2017/2018







Kata pengantar

            Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
ANALISIS WACANA DALAM PEMBELAJARAN BAHASA
Dalam pembuatan makalah ini mulai dari perancangan, pencarian bahan, sampai penulisan, penulis mendapat bantuan, saran, petunjuk, dan bimbingan dari banyak pihak baik secara langsung  maupun tidak langsung. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih  dan kepada teman-teman yang ikut berpartisipasi dalam menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini memiliki banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk perbaikan di masa yang akan datang, dan penulis juga berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

                                                                        Pasuruan, 16 November  2017



Penulis




DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .........................................................................................................
DAFTAR ISI ........................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .......................................................................................................
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................................
1.3 Tujuan .....................................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Analisis Pemakaian Bahasa ......................................................................................
2.2 Pemahamaman Teks .................................................................................................
2.3 Peran An Konteks Situasi Dalam Interpretasi Wacana ...........................................
2.4 Topik Dan Representasi Isi Wacana ........................................................................
2.5 Kohesi Dan Koherensi Dalam Wacana ....................................................................
2.6 Implikasi AW dalam PBI ........................................................................................
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan ..............................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................................
           
 
BAB I
PENDAHULUAN

1.1  LATAR BELAKANG
Pada mulanya linguistik merupakan bagian dari filsafat. Linguistik modern, yang dipelopori oleh Ferdinand de Saussure pada akhir abad ke-19, mengkaji bahasa secara ilmiah. Kajian lingusitik modern pada umumnya terbatas pada masalah unsur-unsur bahasa, seperti bunyi, kata, frase, dan kalimat serta unsur makna (semantik). Kajian linguistik rupanya belum memuaskan. Banyak permasalahan bahasa yang belum dapat diselesaikan. Akibatnya, para ahli mencoba untuk mengembangkan disiplin kajian baru yang disebut analisis wacana.
Wacana adalah satuan bahasa yang terlengkap diatas kalimat dan satuan gramatikal yang tertinggi dalam hierarki gramatikal. Sebagai satuan bahasa yang terlengkap, wacana mempunyai konsep, gagasan, pikiran, atau ide yang dapat dipahami oleh pembaca dan pendengar. Sebagai satuan gramatikal yang tertinggi, wacana dibentuk dari kalimat-kalimat yang memenuhi persyaratan gramatikal dan persyaratan kewacanaan lainnnya. Persyaratan gramatikal dalam wacana ialah adanya wacana harus kohesif dan koherens. Kohesif artinya terdapat keserasian hubungan unsur-unsur dalam wacana. Sedangkan koheren artinya wacana tersebut terpadu sehingga mengandung pengertian yang apik dan benar.
Analisis wacana menginterprestasi makna sebuah ujaran dengan memperhatikan konteks, sebab konteks menentukan makna ujaran. Konteks meliputi konteks linguistik dan konteks etnografi. Konteks linguistik berupa rangkaian kata-kata yang mendahului atau yang mengikuti sedangkan konteks etnografi berbentuk serangkaian ciri faktor etnografi yang melingkupinya, misalnya faktor budaya masyarakat pemakai bahasa.
Manfaat melakukan kegiatan analisis wacana adalah memahami hakikat bahasa, memahami proses belajar bahasa dan perilaku berbahasa

1.2  RUMUSAN MASALAH
1)      Bagaimanakah analisis pemakaian bahasa?
2)      Bagaimanakah pemahaman terhadap teks?
3)      Apa saja peranan konteks situasi dalam interpretasi wacana?
4)      Bagaimanakah topik dan representasi isi wacana?
5)      Bagaimanakah kohesi dan koherensi dalam wacana?
6)      Bagaimanakah implikasi analisis wacana dalam pembelajaran bahasa indonesia?

1.3  TUJUAN
1)      Mengetahui analisis pemakaian bahasa.
2)      Mengetahui pemahaman terhadap teks.
3)      Mengetahui apa saja peranan konteks situasi dalam interpretasi wacana.
4)      Mengetahui topik dan representasi isi wacana.
5)      Mengetahui kohesi dan koherensi dalam wacana.
6)      Mengetahui implikasi analisis wacana dalam pembelajaran bahasa indonesia.


BAB II
PEMBAHASAN



2.1  ANALISIS PEMAKAIAN BAHASA


Suatu kemajuan besar bahwa sejak 1984. Kurikulum bahasa indonesia telah memasuki Pragmatik sehingga setiap unit pelajaran bahasa indonesia meliputi membaca, koaskata, struktur, menulis, pragmetik, dan apresiasi sastra/bahasa. Bahkan, mulai tahun 1994 kurikulum bahasa indonesia telah secara eksplisit menyebutkan pendekatan komunikatif sebagai rancangan penyesunannya yang notabene pengajaran bahasa indonesia telah difokuskan pada fungsi komunikatif bahasa sebagai jiwa dari pragmatik. Sampai dengan KTSP 2006 pun unsur kekomunikatifan sebagai pendekatan tidak berubah. Berarti jiwa pragmatik masih tetap ada dalam KTSP 2006.
Analisis wacana sebagai studi bahasa yang didasarkan pada pendekatan pragmatik berarti mengkaji wacana bahasa dama pemakaiannya berdasarkan konteks situasinya. Wacana yaitu suatu konstruksi yang terdiri atas kalimat yang satu diikuti oleh kalimat lain, yang merupakan suatu keutuhan konstruksi dama makna (Samsuri, 1986). Dengan demikian sebenarnya wacan dapar berupa wacaan lisan bla akan dianalisis juga harus ditranskripsi dalam bentuk tulisan, keduanya juga disebut teks.
Analisis wacana pada dasarnya ingin menganalisis dan menginterpretasi pesan yang dimaksut pembicara/penulis dengan cara merekonstruksi teks sebagai produk ujaran/tulisan kepada proses ujaran/tulisan sehingga diketahui segala konteks yang mendukung wacana pada saat diujarkan/dituliskan.
Dengan merekonstruksi teks kita akan mengetahui siapa pembicara, kapan dan dimana berbicara serta dalam situasi semacam apa.
Jiaka analisis wacana semacam diatas kemudian diterapkan dalam pengajaran bahasa Indonesia akan sangat membantu pembelajar dalam mempelajari bahasa Indonesia unutk berkomunikasi. Hal ini sejalan dengan tujuan pengajaran bahasa Indonesia agar pembelajar terampil berbahasa baik secara lisan maupun tulisan.

2.2  PEMAHAMAN TEKS

Diatas telah dinyatakan bahwa baik waca tulis maupun lisan disebut teks, dengan demikian pada waktu kita menganalisis wacana sesungguhnya yang dianalisis aldalah sebuah teks. Sebelum kita melanjutkan pembahasan tentang pemahaman teks, terlebih dahulu akan dikemukakan syarat kewacanaan suatu teks wacana. Ada 7 (tujuh) syarat kewacanaan suatu teks (Samsuri, 1986) yaitu : (a) kohesi, (b) koherensi, (c) intensionalitas , (d) akseptabilitas, (e) informativitas, (f) situasionalitas, (g) keinterwacanaan.

Kohesi yaitu cara bagaimana komponen yang satu berhubungan dengan komponen yang lalin. Komponen yang dimaksut di sini bisa berupa kata dengan kata, kalimat satu dengan kalimat lain berdasarkan sistem bahasa itu.

Koherensi yaitu cara bagaimana komponen-komponen wacana yang berupa konfigurasi konsep dan hubungan, menjadi relevan dan saling mengikat. Ada beberapa cara untuk menjalin hubungan itu, yaitu : 1) hubungan logis, 2) hubungan sebab akibat, 3) hubungan kewaktuan. Dengan demikian secara ringkas dapat dikatakan bahwa koherensi merupakan jalinan isi (pikiran) yang terkandung di dalam bentuk bahasa.

Internasionalitas yaitu sikap penghasilkan wacana agar perangkat kejadian-kejadian membentuk sarana teks yang bersifat kohesif  maupun koheren pembagian pengetahuan atau memperoleh sasaran yang dirinci dalam suatu rancangan. Suatu wacana yang mengandung internaisonalitas kadang-kadang tidak memperhatikan kekohesifannya.

Akseptabilitas suatu wacana menunjukkan seberapa besar keberterimaan wacana bagi penerima wacana. Hal ini berurusan dengan dikap penerima wacana yang berhubungan dengan perangkat kejadian yang mestinya membetuk wacaan yang kehesif dan koheren serta mempunyai kegunaan. Maupun revansi bagi penerima. Bahkan ada wacana yang mengandung keberterimaan tinggi tetapi oleh lawan bicara sengaja membelokkan, meskipun hal semacam itu hanya sering terjadi dalam berolok-olok.

Informatifitas yaitu seberapa besar suatu wacana berkadar informasi bagi penerima wacana. Ujaran laut itu hanya air tidak terkandung informasi apa-apa karena sudah umum diketahui meskipin wacana itu sangat kohesif dan koheren. Baru setelah kita mengerti kelanjutannya bahwa lautan itu hanya air dalam arti bahwa substansi yang dominan terdapat di sana ialah air. Sebenarnya, laut merupakan lautan gas dan garam di samping organisme-organisme hidup yang sangat besar jumlahnya. Penegasan tersebut merupakan sesuatu yang lebih bersifat informatif bagi penerima wacana.

Situasionalitas yaitu faktor-faktor yang menyebabkan suatu wacana relevan  dengan situasi yang sedang berlangsung. Rambu-rambu di jalan : pelan-pelan banyak anak-anak bagi seorang pengendara motor sangat jelas maksutnya. Ia disuruh mengendarai kendaraannya secara pelan-pelan karena disekitar tempat itu banyak anak-anak. Disamping situasionalitas terpenuhi, informasitivitasnya pun juga terpenuhi

Keinterwacanaan yaitu segala hal yang berurusan dengan faktor-faktor yang menyebablan penggunaan wacana yang satu bergantung pada pengetahuan tentang satu wacana atau lebih yang ditemui sebelumnya. Seoranag pengemudi mobil yang menjalankan mobil secara pelan-pelan setelah melihat rambu : pelan-pelan banyak anak-anak dan begitu sampai ujung jalan ia mengemukan rambu lagi yang berbunyi : terima kasih, dan selamat jalan akan sangat paham makstnya karena pemahamannya itu terkait dengan pemahanam wacama yang ada sebelumnya. Dalam hal ini dapat dilihat bahwa wacana memiliki hubungan dengan faktor yang lain. Bahwa jika pengendara tidak melihat rambu sebelumnya (pelan-pelan) dan hanya melihat rambu terimakasih maka akan berpikir apa yang sebenrnya yang berterimakasih?

Kewacanaan suatu teks akan membantu peneliti unutk menginterpretasi siapa, kapan, situasi semacam apa serta apa maksut wacana tersebut. Pemahaman suatu teks dapat dilakukan dengan cara merekonstruksi teks wacaan sebagai produk kepada wacana sebagai produk. Dengan demikian suatu teks akan dikembalikan pada bentuk semula baik lisan maupun tulisan.

Alat interpretasi wacana sesungguhnya merupakan alat pembangun pada saat menghasilkan wacana. Meski demikian tidak berarti bahwa setiap orang yang berbicara atau menulis selalu sadar akan perlunya memperhatikan  unsur-unsur pembangun  wacana tersebut. Kenyataan membuktikan bahwa tidak setiap wacana mudah dipahami oleh pembaca atau pendengar yang menjadi sasaran wacana tersebut. Sebaliknya tidak setiap orang mampu menginterpretasi wacana seperti yang dimaksut pembicara atau penulis. Kenyataan juga membuktikan bahwa tidak setiap orang mampu menangkap pesan yang dimaksud oleh pembicara atau penulis meskipun teks yang sama akan sangat mudah dipahami ditangkap oleh pembaca atau pendengar lainnya. Sesuai dengan topik bab ini maka “barang yang sama”, yang bagi pembicara atau penulis sebagai alat pembangun wacana sedangakan bagi pendengar sebagai alat interpretasi wacana.



2.3  PERANAN KONTEKS SITUASI DALAM INTERPRETASI WACANA

Analisisi wacana menganalisis penggunaan bahasa dalam konteks situasi pembicaraan atau penulisan, sedangkan penelitian wacaan lebih difokuskan pada hubungan pembicara dengan ujaran dan terutama yang manjadi sebab penggunaannya. Dengan demikian analis wacana akan mendeskripsikan apa yang dimaksdkan oleh pembicara dan pemdengar melalui wacana tersebut. Dalam kaitanya dengan hal ini yang perlu diperhatikna adalah referensi (reference), praanggapan (presuppositon) implikatur (implikature), inferensi (inference), konteks situasi (the contects of situation), ko-teks (co-texs) dan interpertasi lokal (local interpretation).
Referensi dalam pandangan lama adalah hubungan antara kata dengan bendanya. Dalam analisis wacana yang dimaksut referensi dapat dijelaskan dengan contoh berikut:

A : paman saya baru pulang dari Canada pada hari minggu, ia tiba di rumah pada pukul 00.00 dini hari
B : berapa lama dia tinggal di sini, atau akan segera kembali lagi?
A : oh tidak, dia tinggal di Canada, iakawin dengan bibi saya. Ia telah meninggal dunia beberapa tahun silam (Samsuri, 1986).
Dari ujaran diatas dapat dinyatakan bahwa referensi ujaran itu dibawa oleh pembicara. Dengan demikian frasa paman saya menagdung referensi bahwa saya punya paman.
Peranggapan adalah apa yang dianggap oleh pembicara menjadi dasar pemahaman bersama (common ground) lawan bicara dalam percakapan (Brown, 1985 : 9). Benar tidaknya peranggapan pembicara terhadap lawan bicara akan diketahui dari sambutan lawan bicara terhadap ujaran pembicara. Dengan demikian antara pembicara dengan lawan bicara harus memiliki dasar pemahaman yang sama (common ground) sehingga komunikasi dapat berlangsung.
Namun, apabila lawan bicara tidak memiliki dasar pemahaman yang sama dengan pembicara, komunikasi menjadi agak terhambat.
Implikatur digunakan dengan maksut apakah pembicara dapat membayangkan, mengingat atau mengartikan secara berbeda yang dinyatakan oleh pembicara secara literal (Trice, 1975 dalam Brown 1985:31). Berlangsungnya pembicaraan itu berkaitan adanya “kesepakatan bersama” secara tidak tertulis mengenai hal yang dibicarakan harus saling berhubungan (Kaswanti, 1987). Karena implikatur itu timbul dalam suatu percakapan, maka disebut implikatur yaitu sesuatu yang dinyatakan secara tersirat dalam pembicaraan.
Infrensi yaitu alat untuk mengambil kesimpulan. Misalnya “John pergi ke sekolah” dapat ditarik kesimpulan bahwa Jhon adalah seorang pelajar. Namun setelah ujaran berikut “tetapi ia tidak dapat membersihkan ruang kelas” infrensi kita menjadi keliru jareba ternyata Jhon bukan anak sekolah melainkan seorang tukang kebun. Dengan demikian infernsi juga harus memperhatikan ko-teks (co-text) sebelum dan sesdahnya.
Konteks situasi yaitu segala situasi yang dapar melingkupi suatu ujaran dan dapat menentukan maksud. Misalnya ada dua orang muda mudi yang duduk berhimpitan di suatu tempat. Bila situasi ini adalah di dalam bus yang sedang penuh sesak maka interpretasi sesorang akan mera iba. Namun apabila kondisi ini berlangsung di tempat yang sepi maka interpretasi seseorang akan berbeda. Hal ini karena konteks situasi peristiwa sangat berbeda meskipun ujarannya sama.
Ko-teks adalah kalimat uang ada sebelum atau sesudah ujaran untuk membantu interpretasi suatu ujaran. Misalnya

A : anakku kemarin menginjak paku di kebun.
B : oh! Hati hati lho! Anakku beberapa bulan yang lalu juga meninjak paku, lalu terkena tetanus.
A : lau bagaimana?
B : jangan dibiarkan saja dirumah, segera bawa ke dokter agar tidak terjadi seperti anakku! (Samsuri, 1986)

Ujaran terakhir adalah analogi sebagai ke-teks
Interpretasi lokal adalah interpretasi berupa prinsip yang menganjurkan kepada pendengar untuk menyusun konteks yang lebih luas daripada yang diperlukan unutk sampai pada interpretasi yang diinginkan.

2
2.4  TOPIK DAN REPETISI ISI WACANA


Topik dalam suatu wacana tidak sama dengan topik dalam suatu kalimat. Kalimat: orang itu bagus sekali rumahnya. Frasa orang itu adalah topik (subjek) sedang bagus sekali rumahnya adalah coment//keterangan yang terdiri dari bagus sekali sebagai predikat dan rumahnya, sebagai subjek. Dalam analisis wacana kalimat di atas akan disikapi demikian, karena topik yang dimaksud adalah topik nya pembicara. Dengan demikian topik kalimat di atas adalah bagus sekali. Frasa bagus sekali menjadi substansi dari rumahnya (ada rumah yang jelek, rumah cukup bagus dan rumah bagus sekali). 

    Percakapan orang tentang sesuatu bisa saja tentang topik yang sama yaitu:
A : sudah lama tidak hujan, sekrang sudah mulai hujan.
B : iya, rupanya sudah mulai musim hujan lagi iya?
A : mungkin! Baru hujan sekali saja udaranya kelihatan bersih terasa segar.

  Apabila topik pembicaraan ini sama maka disebut topicality (Brown, 1985:84). Ada juga percakapan dua orang tetap dapat berlangsung terus, tetapi mereka berbicara pada topiknya sendiri-sendiri pada topiknya masing-masing, misalnya:
A : saya kemarin pergi ke Surabaya menengok keponakan saya yang menjadi angkatan laut.
B : kalau anak saya yang di Surabaya sering berlayar samapaai Singapura membawa barang-barang untuk diekspor dan kalau pulang sering membawa barang elektronik.
A : lah iya namanya angkatan laut, istrinya juga sering mengeluh karena segala urusan anak-anaknya harus di atur sendiri.
B : Murah-murah lho barang-barang elektronika dari sana itu, lebih-lebih kalau mendapat barang selundupan.
  
Memang kadang-kadang topik yang dibicarakan masih berhubungan, tetapi pembicara sering mengangkat permasalahn pembicaraan sendiri-sendiri. hal semacam ini disebut on a topic.

2.5  KOHESI DAN KOHORENSI DALAM WACANA


Salah satu ciri kewacanaan adalah kekohesifan. Disamping sebagai ciri kewacaan kohesi dapat juga dipakai sebagai alat interpretasi wacana dari segi struktur kalimat. Apabila suatu kalimat memiliki keruntutan hubungan struktur antara kalimat, kalimat tersebut disebut kehesif. Jadi kohesif adalah keruntutan hubungan antar kalimat. 

                        Kohesi dapat juga terdapat dalam satu kalimat atau sepotong ujaran, misalnya: mangga dan apel buah kesukaan saya, tetapi sayang keduanya masih mahal harganya. Hubungan kekohesifan suatu ujaran yang masih berada dalam suatu teks dinamakan endofora. Hal ini bisa ditandai dengan pemarkah berupa kata sambung dan, tetapi, sehingga, kemudian, dan seterusnya.

                        Pertalian mata rantai (proposisi) satu dengan yang lain dalam suatu wacana ada beberapa jenis, yaitu: a) Dengan kata penghubung dan b) tanpa menggunakan kata penghubung. Hasil pertaliannya juga bisa terjadi dalam beberapa bentuk:

1)      Kohesif sekaligus koheren,
2)      Kohesif tidak koheren,
3)      Tidak kohesif tetapi koheren.

Jenis pertalian pertama yang hasilnya bisa kohesif sekaligus koheren dan jenis pertalian kedua, kohesif tetapi tidak koheren dapat diambil contoh sebagai berikut:
a.    Ia duduk termenung karena (ia) sedih.
b.    Pak Gunadi mengetik soal maka saya jatuh sakit.

Pertama, mata rantai “ia sedih” dihubungkan dengan “ia duduk teremunung” memakai kata sambung karena, “ia sedih” merupakan sebab terjadinya suatu peristiwa “ia duduk teremenung”. Begitu juga mata rantai ke dua “Pak Gunadi mengetik soal” merupakan sebab terjadinya peristiwa pada mata rantai “saya jatuh sakit” karena adanya kata sambung maka juga. Namun dari segi isi hubungan mata rantai tidak logis sehingga meskipun pertaliaannya sangat kohesif tetapi tidak memiliki koherensi.

Jenis pertalian ketiga yaitu pertalian tanpa menggunakan kata sambung. Hasil pertalian ini tidak kohesif, tetapi sangat koheren atau tidak kohesif dan tidak koheren.

Satu kekasihku
Aku manusia
Rindu rasa
Rindu rupa (Amir Hamzah, 1978:5)

Baris-baris puisi di atas tidak kohesif karena tiak terdapat kata sambung. Jika diteliti dari pemakaian kata-katanya, yaitu kata satu dalam baris “satu kekasihku” yang dikaitkan dengan baris “aku manusia” menunjuk bahwa aku sebagai pembicara yang biasanya memiliki kerinduan terhadap rasa dan rupa. Pertalian baris tersebut dapat ditunjukkan dengan cara memparafrasakan menjadi “(tinggal) satu kekasih (bahwa) aku (sebagai) manusia (biasa) (juga) rindu rasa (dan) rindu rupa”. Jadi baris puisi tersebut satu sama lain meskipun tidak kohesif ternyata memiliki pertalian isi yang sangat koheren.

Adapun cara untuk memahami isi informasi dan melihat tingkat kekoherensian suatu wacana, yaitu 1) prinsip analogi, 2) interpretasi lokal, 3) ciri umum konteks, 4) keteraturan kerangka struktur wacana, 5) ciri-ciri tetap suatu organisasi struktur informasi.



2.6  IMPLIKASI ANALISIS WACANA DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA



Analisis wacana merupakan analisis pemakaian bahasa. Bahasa dianalisis bukan sebagai produk tetapi sebagai proses, yaitu proses komunikasi. Di dalam berkomunikasi setidaknya ada dua orang yang terlibat. Meminjam istilah Hymes (1964) disebut partisipan.
 Partisipan pertama mengungkapkan pikiran dengan menggunakan bahasa, tetapi bahasa yang sudah dibangun dalam bentuk wacan memakai alat-alat pembangunan wacana berupa: 1) pertalian bentuk (kohesi), 2) pertalian isi (koherensi), 3) konteks, (meliputi: referensi, praanggapan, implikatur, inferensi, konteks situasi, ko-teks dan interpretasi lokal), 4) topik, dan sebagainya.
 Partisipan kedua akan menangkap ide yang disampaikan patisipan pertama mempergunakan alat interpretasi, yang diambil dari alat pembangun wacana.
  Pertemuan partisipan pertama dan kedua pada waktu menghadapi produk berupa bahasa dapat diamati melalui membaca atau mendengarkan. Dengan demikian, kewajiban pertisipan ke dua adalah merekonstruksi ujaran atau tulisan partisipan pertama sehingga pemahamannya terhadap wacana tidak keliru dengan yang dimaksud oleh partisipan pertama.

BAB III
PENUTUP


3.1  KESMIMPULAN



Analisis wacana pada dasarnya ingin menganalisis dan menginterpretasi pesan yang dimaksut pembicara/penulis dengan cara merekonstruksi teks sebagai produk ujaran/tulisan kepada proses ujaran/tulisan sehingga diketahui segala konteks yang mendukung wacana pada saat diujarkan/dituliskan.
Dengan merekonstruksi teks kita akan mengetahui siapa pembicara, kapan dan dimana berbicara serta dalam situasi semacam apa.
Dalam merekonstruksi teks ada syarat dalam kewacanaannya yaitu : (a) kohesi, (b) koherensi, (c) intensionalitas , (d) akseptabilitas, (e) informativitas, (f) situasionalitas, (g) keinterwacanaan. Selain itu dalam proses analisisnya perlu juga memperhatikan hal-hal berikut yaitu referensi (reference), praanggapan (presuppositon) implikatur (implikature), inferensi (inference), konteks situasi (the contects of situation), ko-teks (co-texs) dan interpertasi lokal (local interpretation), yang mana akan membentu analis unutk mendeskripsikan apa yang diujarkan pembicara.
Dalam analisis wacana juga masih membutuhkan faktor-faktor lain sebahai penentunya seprtti topik dan repetisi, kohesi dan koherensi, yang mana senuanya slaing berkaitan dan berhubungan untuk membangun sebuah wacana sebagai struktur dan bagian dari wacana.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pendekatan Linguistik Dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia

“ PENDEKATAN LINGUISTIK DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA ” Dosen pembimbing : M. Bayu Firmansyah, M.Pd Disusun Oleh : Nama : Puji Ayu Sukmaningtyas NIM : 16188201043 Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia STKIP PGRI PASURUAN Jl. Ki Hajar Dewantara No. 27-29 Pasuruan 2016-2017 A. Pendekatan Linguistik Dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia    Pembelajaran bahasa Indonesia diberikan di sekolah dengan tujuan agar peserta didik dapat berbahasa Indonesia, baik secara lisan maupun tulisan. Kemampuan berbahasa ini penting bagi peserta didik untuk mengikuti seluruh kegiatan pembelajaran di sekolah, karena bahasa Indonesia digunakan sebagai bahasa pengantar untuk seluruh kegiatan belajar mengajar di sekolah hingga perguruan tinggi. Peserta didik yang tidak menguasai bahasa Indonesia akan mengalami kesulitan dalam mengikuti proses belajar mengajar di kelas. Oleh karena itulah ilmu linguitik dipe...

Berbahasa Secara Komunikatif dan Santun

BERBAHASA SECARA KOMUNIKATIF DAN SANTUN Dosen Pengampu: M. Bayu Firmansyah, M.Pd Disusun oleh: Puji Ayu Sukmaningtyas (16188201043) STKIP PGRI PASURUAN Jl. Ki Hajar Dewantara No.27-29 Pasuruan Tahun Akademik 2017/2018 Kata pengantar             Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyeles aikan makalah yang berjudul ” BERBAHASA SECARA KOMUNIKATIF DAN SANTUN “ Dalam pembuatan makalah ini mulai dari perancangan, pencarian bahan, sampai penulisan, penulis mendapat bantuan, saran, petunjuk, dan bimbingan dari banyak pihak baik secara langsung   maupun tidak langsung. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih   dan kepada teman-teman yang ikut berpartisipasi dalam menyelesaikan makalah ini. Penulis menyadari bahwa makalah ini memiliki banyak kekurangan dan jauh dari kesem...